Kamis, 05 Juni 2008

Rekayasa Politik Pemerintah SBY-JK: Antara Kenaikan Harga BBM dan Tragedi Monas

Oleh: M Rivai Tuhuleley

Belum genap sebulan rakyat Indonesia dikhianati oleh kebijakan pemimpinnya sendiri, yang dengan sengaja menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Pemerintah beralasan bahwa kenaikan ini tidak terlepas dari dampak kenaikan harga minyak dunia dan alasan internal bahwa APBN untuk tahun ini devisit. Kebijakan ini terlihat ketika SBY mengumpulkan beberapa punggawanya untuk merencanakan pemberian BLT (Bantuan Langsung Tunai) yang disiapkan bagi masyarakat tidak mampu dalam menjalani dampak kenaikan harga BBM tersebut. Dan tepat pada tanggal 23 Mei kemarin dibawa koordinasi menteri keuangan dan menteri ESDM mewakili pemerintah mengumumkan kebijakan kenaikan BBM. Pro-kontra atas kebijakan ini merebah sampai ke daerah-daerah. Hampir semua elemen di masyarkat dari buruh sampai ke tingkatan gerakan mahasiswa turun ke jalan menentang kebijakan pemerintah SBY-JK. Pada subtansinya kenaikan harga BBM ini akan berdampak luas di semua lini kehidupan masyarakat. Sembako, tranportasi, dan kebutuhan primer lainnya mahal tidak bisa di kendalikan lagi.

Main-mainnya SBY-JK menanggapi gejolak kenaikan harga BBM ini menjadikan “Catatan buruk” yang dilakukannya. Tindakan aparat keamanan yang makin refresif terhadap mahasiswa yang melakukan aksi penolakan kenaikan BBM yang berakhir dengan insiden di mana-mana. Dan cukup mencoreng kejelekan aparat keamanan pada insiden shubuh di UNES Jakarta, di mana mereka masuk ke dalam kampus yang notabene adalah lingkungan pendidikan menindak semena-mena terhadap mahasiswa di sana. Belum lagi kebijakan yang memberikan beasiswa atau bantuan langsung untuk mahasiswa. Seakan-akan SBY-JK mengganggap Mahasiswa sebagai anak kecil yang gampang di berikan permen atau hadiah kalau sedang menangis lalu diam.

Manuver pamungkas yang coba dilakukan untuk menutupi kesalahan pemerintah SBY-JK dalam kebijakan kenaikan harga BBM adalah bagaimana membangun konflik horisontal di masarakat. Dan tragedi Monas kemarin membuktikan bahwa pemerintah merekayasa konflik tersebut. Indikasinya ketika JK mengeluarkan statmen bahwa gejolak penolakan kenaikan harga BBM akan berakhir satu Juni di salah satu media informasi. Konflik horisontal ini dibangun agar masyarakat luput untuk memberikan tekanan terhadap pemerintah. Kalau kita tela’ah lebih jauh akar permasalahan dari insiden tersebut. Pertama ketidakjelasan pemerintah terhadap gerakan Ahmadiyah, tarik-ulur SKB yang sampai saat ini belum jelas intinya. Kedua, membiarkan gerakan garis keras yang mengatasnamakan agama, dan ketiga pemerintah tidak tegas dalam aspek hukum dalam menindak pelanggaran hukum yang terjadi sampai saat ini. Beberapa point ini yang secara leluasa menjadikan ‘bom waktu’ yang di siapkan sewaktu-waktu untuk menutupi hal-hal yang sangat bertentangan dengan rakyat.

Sia-sia sudah fresur penolakan yang lakukan oleh mahasiswa maupun masyarakat hari ini terhadap kenaikan harga BBM. Karena kita sudah di sibukkan kembali dengan konflik-konflik horizontal yang tanpa disadari semuanya adalah rekayasa yang dibuat oleh pemerintah itu sendiri. Masyarakat seharusnya bisa lebih paham dengan belajar terhadap kebijakan masa lalu yang hampir setiap kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan rakyat pasti ada gejolak penutupnya.

Gerakan mahasiswa seharus tetap konsisten dan jangan mau terpengaruh terhadap gejolak yang ada. Gerakan mahasiswa adalah OPOSISI ABADI… salam perjuangan..

* Sekbid. Hikmah PC IMM Djazman Alkindi Kota Yogyakarta

Tidak ada komentar: