Kamis, 04 Oktober 2007

IBADAH SARANA PENCAPAIAN SURGA

Oleh:
M Rivai Tuhuleley


Masyarakat modern yang “terpelajar/intelek” dewasa ini tengah menghadapi krisis religius; zaman di mana ilmu pengetahuan telah merubah keseluruhan segi kehidupan manusia. Ketika ilmu pengetahuan semakin berkembang dan fakta-fakta ilmiah yang merujuk pada kenyataan empiris yang terobsesi oleh kesenangan jasmaniah saja, manusia tidak mengakui adanya kekuatan yang lebih tinggi, yang mengawasi dan mengendalikan hasrat manusia. Karena dibutakan oleh keserakahan dan nafsunya, tiap orang ingin mendapatkan apa pun yang bisa ia inginkan dalam waktu sesingkat mungkin. Hal-hal seperti ini menjadikan manusia semakin jauh dari Tuhannya. Persoalan religius seperti ibadah tidak lagi menjadi pedoman yang pokok dalam kehidupan duniawi dan akhirat nantinya.

Kita sebagai muslim ‘terpelajar’ tidak boleh terperangkap dalam cara berpikir seperti itu, walaupun kita tidak bisa pungkiri bahwa ilmu pengetahuan memang menjadi salah satu hal penting dalam ibadah. Seperti dalam bidang astronomi, geografi, biologi, dan lainnya, dimana kita akan melihat suatu kenyataan penting bahwa ilmu pengetahuan tidak bisa dikembangkan secara baik dan bermaslahat tanpa beriman pada Allah.

Pemahaman ibadah di sini adalah sebagai suatu wadah untuk berdialog/berhubungan dengan Tuhan dengan segenap perbuatan atau sikap merendahkan diri, patuh dan taat, ketundukkan hati yang sesuai dengan apa yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab yang diemban kita sebagai makhluk ciptaan Allah, yaitu mematuhi perintah dan menjauhi larangan-Nya. Hal ini difirmankan Allah dalam Al Qur’an sebagai berikut:

“Dialah Yang hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadat kepada-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.”(Q.S. Al Mu’Min: 65)

“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”(Q.S. Ali’Imran:18).
Sedangkan pengertian ibadah menurut syariat yang dijelaskan para ulama besar kita seperti Syekhul Islam Ibnu Taimiyah, yang menyoroti ibadah dengan pandangan yang dalam dan luas. Ia mengartikan ibadah sebagai puncak kepatuhan dan ketundukan. Baginya terdapat unsur baru yang mempunyai kepentingan besar dalam Islam, dan bahkan meliputi seluruh agama (Samawi), yaitu suatu unsur di mana peribadatan tidak terlahir secara benar sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah selain dengan mempergunakannya. Hal yang dimaksud itu adalah unsur Al-hubb (cinta). Tanpa memasukkan unsur ini, tidak akan ditemui ibadah, sebagaimana telah diciptakan Allah bagi makhluk, dan dengan cinta pula Allah mengutus rasul dan menurunkan kitab. Dalam risalahnya, Al-‘Ubudiyah, Ibnu Taimiyah mengatakan: “Mendekatlah kepada Allah, maka ia pun mendekat kepada Allah; maksudnya ialah ia menyembah Allah, menaati, dan tunduk kepada-Nya. Jadi, mendekatkan diri kepada Allah berarti beribadat, menaati, dan tunduk kepada-Nya”.

Sesungguhnya hati manusia selamanya merasakan kebutuhan kepada Allah, ia merupakan rasa yang timbul sejak dini, yang benar, dan yang tidak dapat dikelabui. Kekosongannya tidak dapat dipenuhi oleh sesuatu pun selama wujud (ada), kecuali kebaikan shillah (persambungan) bersama Tuhan Yang Wujud. Inilah latar belakang, mengapa manusia harus mendirikan ibadah, jika ditinjau menurut sudut kebenarannya. Ibnu Taimiyah mengatakan, hati, sesungguhnya secara zatiyah membutuhkan Allah, paling tidak dari dua segi:
1. Ibadah
2. Permohonan pertolongan dan tawakal.
Namun demikain, hal ini tidak dapat dicapai hati, kecuali melalui I’anah (pertolongan) Allah atas dirinya. Karena hati memang tidak mampu mencapai hal itu tanpa bantuan Allah. Seorang manusia tidak akan menjadi manusia sempurna tanpa melakukan ibadah.




Di dalam Al-Qur’an Allah menjelaskan mengenai hamba-hamba-Nya yang dimuliakan, dengan memperoleh predikat Ar-Rahman, kemudian mereka dinamakan ‘Ibadurrahman. Mereka-mereka disanjung-sanjung karena kebaikan amal-amalnya, kemudian ditetapkan daripadanya akan perlindungan mereka dari api neraka. Allah SWT berfirman:
“Dan orang-orang yang berkata: ‘ Ya Tuhan kami, jauhkanlah azab jahannam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal.’ Sesungguhnya jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. ”(Al Furqaan: 65-66)

Allah juga menjelaskan tentang tokoh-tokoh Al-‘Arifin (golongan orang-orang yang makrifat kepada Allah), mereka dikaruniai pengetahuan yang kuat, tetapi mereka tetap meminta surga-Nya dan memohon perlindungan dari azab neraka. Tidak perlu diperselisihkan, bahwa janji Allah yang disampaikan melalui lisan rasul-Nya adalah hendak memberikan surga, sebagaimana yang diminta mereka. Allah menjelaskan kepada kita tentang surga. Dikatakan, bahwa surga adalah tempat yang dijanjikan Allah dan diminta. Maksudnya, ia (surga) adalah yang selalu diharapkan dan diminta oleh para hamba dan wali-Nya yang tertuju kepada Dia sendiri. Di dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul itu sendiri banyak juga diwarnai penjelasan tentang pujian yang diberikan kepada hamba-hamba Allah dan para wali-Nya, meliputi permohonan mereka akan surga dan derajat (kedudukan)nya, serta mohon perlindungan kepada Allah dari azab neraka dan ketakutan mereka kepadanya.

Maka dari penjelasan yang dituturkan diatas, ibadah bertujuan agar manusia mengetahui kedudukan dirinya sebagai makhluk yang membutuhkan (fakir), tiada daya kekuatan timbul daripadanya, kecuali bermula dari Tuhannya. Ia tidak mempunyai kekuatan pegangan selain kepada-Nya, ia tidak mempunyai ketegaran mandiri dari dirinya sendiri, dan dengan ia mengetahui kedudukan Tuhan Yang Maha Tinggi dan Besar lagi Maha Kaya, yang meliputi alam semesta.

Tujuan ibadah menurut pendapat Imam Syathibi yang mendasar (pokok) adalah Tawajjuh (menghadap) kepada Yang Maha Esa, Tuhan yang disembah dan mengesankan-Nya dengan niat ibadah dalam setiap keadaan, hal itu diikuti tujuan penyembahan guna memperoleh kedudukan di akhirat, atau agar menjadi seorang di antar wali-wali Allah atau serupa dengannya. Termasuk tujuan- tujuan yang mengikuti ibadah adalah untuk perbaikan jiwa dan mencari anugerah.

Maka jelas sekali ibadah merupakan suatu wadah untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mencari keridhoan-Nya. Dengan demikian sudah jelas bahwa Allah menjanjikan surga yang abadi kelak nantinya, sesuai dengan amal ibadah yang kita perbuat di dunia.

 







Tidak ada komentar: